- by FAKTUALSUMSEL.COM
- Mar, 09, 2025 22:33
FAKTUALSUMSEL, PALEMBANG - Langkah politik Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Selatan sekaligus Wakil Gubernur Sumsel, H. Cik Ujang (CU), yang mulai membidik kursi Sumsel 1 sedini mungkin, dinilai pengamat politik sebagai keputusan tepat. Direktur Eksekutif Forum Demokrasi Sumsel, Bagindo Togar, menilai wacana tersebut wajar sebagai bentuk peningkatan karir politik.
“Kalau Cik Ujang mencalonkan diri sebagai gubernur, itu sangat pantas. Pertama, karena Gubernur saat ini tidak mungkin tiga periode sesuai aturan. Kedua, posisi Cik Ujang yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur sekaligus Ketua DPD Demokrat Sumsel menjadi pijakan kuat untuk melangkah lebih tinggi,” jelas Bagindo Togar, Kamis (11/9/2025).
Meski demikian, Bagindo mengingatkan bahwa jalan menuju kursi Gubernur Sumsel bukan perkara mudah. Ia menyoroti dua kemungkinan skema pemilihan di masa depan, apakah tetap melalui pemilihan langsung atau lewat DPRD. “Kalau pemilihan langsung, Cik Ujang punya pengalaman manuver politik di lapangan. Tapi kalau pemilihan dilakukan melalui DPRD, maka dia harus bekerja keras bersama kader Demokrat lainnya untuk mengamankan kursi di legislatif,” tambahnya.
Bagindo menekankan pentingnya strategi komunikasi politik yang efektif. Dengan 75 kursi di DPRD Sumsel, Demokrat harus mampu menempatkan kader-kadernya secara signifikan agar bisa punya posisi tawar tinggi. “Ini bukan sekadar kerja Cik Ujang, tapi kerja kolektif seluruh caleg Demokrat,” tegasnya.
Tantangan lain, menurut Bagindo, datang dari generasi politisi muda yang kian energik, kompetitif, dan kaya ide. “Pertarungan ke depan tidak akan hanya melibatkan tokoh senior, tapi juga anak muda brilian yang mampu menarik simpati publik. Cik Ujang harus siap menghadapi kompetisi politik lintas generasi,” ujarnya.
Karena itu, Bagindo menilai keputusan Cik
Ujang untuk memulai lebih awal merupakan langkah bijak. Politik, katanya, tidak
bisa dijalani secara instan. “Kerja politik itu investasi jangka panjang, harus
dibarengi dengan advokasi sosial. Kalau hanya mengandalkan politik uang setahun
menjelang Pilkada, itu primitif dan transaksional. Publik kini semakin kritis,”
tegas Bagindo.
Ia juga menambahkan, semakin dini Cik Ujang bergerak, semakin besar pula risiko menghadapi serangan politik dari lawan-lawannya. “Tak ada jabatan politik yang datang bak hadiah. Akan selalu ada intrik, polemik, dan konflik. Itu justru membuat kontestasi lebih menarik, asalkan tetap dalam koridor aturan,” ucapnya.
Menutup analisanya, Bagindo menekankan bahwa politik yang sehat harus hidup dan dinamis. “Pemilihan politik itu harus ramai, harus berisik, dan penuh kompetisi. Itulah yang membuat demokrasi berjalan dan bisa dinikmati publik,” pungkasnya.(RIL)