- by fadhil ramadhan
- Mar, 09, 2025 22:33
FAKTUALSUMSEL – Dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Senin (10/3/2025), anggota Komisi II DPR RI, Dr. H. Giri Ramanda N Kiemas, SE., MM., menyoroti tingginya potensi konflik dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Giri Ramanda menegaskan bahwa KPU RI harus memberikan pembinaan yang lebih ketat kepada KPU di tingkat kabupaten, khususnya di Empat Lawang, yang memiliki rekam jejak kerawanan tinggi dalam setiap pelaksanaan Pilkada. “Pak Hafif, Pak Idham, dan teman-teman KPU, tolong dimonitor dengan baik agar tidak ada alasan KPU Empat Lawang bekerja tidak profesional. Kita PSU lagi di sana, jangan sampai ada masalah seperti sebelumnya,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa pada Pilkada sebelumnya, situasi di Empat Lawang relatif kondusif karena hanya ada satu calon yang bertarung melawan kotak kosong. Namun, pada Pilkada kali ini, dengan adanya pasangan calon baru, potensi konflik diprediksi meningkat signifikan. “Begitu ada calon baru, 90 persen pasti ada masalah. Ini sudah bisa dipastikan,” kata Giri.
Selain meminta KPU memperketat pengawasan, ia juga mengingatkan Bawaslu untuk memastikan proses pengawasan berjalan dengan optimal. “Pak Bagja dan kawan-kawan, Mas Toto, Mas Erwin, Mas Fadil, mohon dibantu kawan-kawan Bawaslu di lapangan agar pengawasannya benar-benar ketat. Kalau Pak Fathoni sudah paham, Empat Lawang ini pasti rawan. Tahun 2018, saya ikut Pilkada di sana dan sampai terjadi tembak-menembak,” ungkapnya.
Giri juga menyoroti kekurangan anggaran dalam pelaksanaan PSU di Empat Lawang. Menurutnya, kebutuhan anggaran mencapai Rp32 miliar, sementara yang tersedia baru Rp9 miliar. “Kita butuh tambahan anggaran, karena Pangdam dan Kapolda meminta pengamanan ekstra. Mereka ingin menurunkan 1.500 personel demi memastikan situasi tetap aman,” jelasnya.
Dengan tingkat kerawanan yang sangat tinggi, ia menegaskan bahwa penyelenggaraan Pilkada di Empat Lawang tidak boleh ada kesalahan teknis yang bisa berujung pada konflik lebih besar. “Mohon KPU dan Bawaslu memberikan pendampingan teknis yang baik ke bawah, jangan sampai ada kesalahan fatal. Kalau ada kesalahan, ini bukan sekadar sengketa di Mahkamah Konstitusi, tapi bisa langsung selesai di lapangan dengan cara yang tidak kita inginkan,” tegasnya.
Sebagai penutup, Giri Ramanda mengingatkan bahwa stabilitas dan keamanan dalam Pilkada adalah tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak, termasuk aparat keamanan, untuk bersinergi dalam memastikan Pilkada berlangsung aman, jujur, dan adil. “Empat Lawang ini seperti wilayah Texas. Kita harus benar-benar waspada agar pemilu berjalan lancar tanpa insiden yang mencoreng demokrasi kita,” pungkasnya.
Sedangkan anggota komisi II lainnya yang juga dari provinsi Sumatera Selatan, Ahmad Wazir Noviadi, S.Psi., M.Si., menyampaikan ada dua pengaduan sebelumnya yang dialamatkan terhadap DKPP. Hanya saja dirinya belum mengetahui kejelasan dari pengaduan tersebut. “Di Dapil saya di Sumsel dilaporkan ke DKPP No.49P/L/DKPP/2025., tentang pengaduan terhadap Bawaslu, itu yng pertama. Tapi, saya belum tahu apakah dilanjutkan sidang atau sperti apa. kemudian ada laporan kedua perkara No. 61103802/2024, untuk KPU di kabupaten Empat Lawang,” ujarnya.
Novi -sapaannya- menjelaskan belajar dari sebelumnya tentu informasi tidak akan hilang, bahwa di Sumsel kabupaten Empat Lawang agak istimewa, berdarah. “Sangat sengit berdarah, itu dari tahun ketahun dan jelas dalam keputusan untuk PSU dikuatkan kembali bahwa akan dilaksanakan pemungutan suara ulang,” paparnya. Apalagi ditambah keputusan MK disebutkan banyak sekali ketidak netralan penyelenggara pemilu, manipulasi dan penggelembungan suara, pelanggaran prosedur pemilihan sehingga itu yang menguatkan adanya PSU dikabupaten Empat Lawang.
"Itu terbukti pada saat PIleg yang lalu, bahwa terlihat by order. saya punya data, pada pemilu yang lalu. PKB itu di Pendopo, nol semua. partai nol seluruh kandidat nol juga. Bahkan seperti partai saya Gerindra, itu suara partai nol ada suara 1 suara kandidat yang full suaranya. itu agak aneh dan kita minta itu dicermati oleh KPU dan Bawaslu. Mungkin bisa saja terjadi tidak hanya di Sumsel tetapi kabupaten lain juga. Namun terpenting kita berharap ini tidak akan terulang lagi," ujarnya. (fdl)