- by M. Sultan
- Feb, 17, 2025 21:25
Palembang – Sumatera Selatan tidak diragukan lagi sebagai
salah satu daerah produsen kopi terbesar di kepulauan Sumatera. Sayang, kopi
Sumsel sendiri kurang dikenal ditingkat dunia. Padahal, kopi Sumsel sudah
dibawah ketingkat dunia. Hanya saja membuat miris adalah digunakan oleh daerah
lain. Seperti dikatakan Kepala OJK Sumbagsel, Arifin Susanto, "Sumsel
punya kopi, Lampung punya nama”. Pernyataan ini mencerminkan ironi besar dalam
industri kopi di Sumatera Selatan.
Sebagai provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia
dengan kontribusi 26% dari total produksi nasional, Sumsel justru kalah
bersaing dalam ekosistem industri kopi dibandingkan Lampung. Pernyataan ini
sendiri Kembali dicuatkan dalam pertemuan OJK Sumsel dengan delegasi dari
International Labour Organization (ILO), badan dunia PBB yang fokus pada isu
ketenagakerjaan.
Dua pejabat ILO, Ockert Dupper dari Kantor ILO Jenewa dan
Kristina Kurths dari ILO Jakarta, diterima langsung Arifin Susanto, di ruang
rapat Kantor OJK Palembang. Delegasi ini dibawa Sumarjono Saragih, Ketua APINDO
Sumatera Selatan, yang juga menjabat sebagai Ketua GAPKI Nasional Bidang
Pengembangan SDM Sawit.
Kepada koran ini, Selasa singkat (4/3/2025) melalui
satuan telepon Sumarjono Saragih, didampingi pengurus APINDO Handy Soen, mengatakan
ada misi besar dalam pertemuan ini. Jika selama ini kerja sama dengan ILO
banyak berkutat di sektor industri sawit, kini saatnya kopi Sumsel ikut naik
kelas. Ia ingin memperkenalkan praktik keberlanjutan yang sukses diterapkan di
industri sawit kepada petani kopi Sumsel.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Industri sawit telah
berhasil memenuhi standar keberlanjutan global berkat kepatuhan sosial dan
lingkungan yang disyaratkan dalam ESG dan SDGs. Dengan pendekatan yang sama,
kopi Sumsel bisa bersaing di pasar global. Diketahui, Arifin Susanto sendiri
adalah seorang barista yang ‘passionate’ terhadap kopi. Di bawah
kepemimpinannya, OJK Sumsel telah mendorong ekspor kopi Sumsel langsung dari
Pelabuhan Bom Baru Palembang. Pada 19 Januari 2025 lalu, ekspor perdana
berhasil dilakukan dengan mengirim 10 kontainer kopi ke Malaysia dan 4
kontainer ke Australia.
Namun, untuk membawa kopi Sumsel lebih jauh, diperlukan
pendekatan menyeluruh. Sebelum bertemu OJK, delegasi ILO bahkan rela menempuh
perjalanan delapan jam ke Pagar Alam. Mereka berdiskusi langsung dengan petani
kopi yang dikoordinir oleh tokoh senior, Frans Witjaksono. Dialog ini menjadi
kunci dalam memahami tantangan yang dihadapi petani kopi di lapangan.
Dalam pertemuan ini, ILO menawarkan dukungan penuh bagi
kopi Sumsel agar bisa memenuhi standar global. Salah satu solusi yang diusulkan
adalah pembentukan platform multipihak bernama SUCOFI (South Sumatera
Sustainable Coffee Initiatives).
Program ini akan dimulai dari aspek kepatuhan sosial,
terutama dalam perlindungan petani dan buruh tani kopi melalui standar
kesehatan dan keselamatan kerja (health and safety). Setelah itu, aspek
budidaya dan peningkatan produktivitas akan menyusul.
"Faktor petani dan buruh tani adalah kunci
produktivitas. Jika mereka terlindungi dan diberdayakan, kopi Sumsel tidak
hanya akan berjaya di pasar global, tetapi juga membawa kesejahteraan bagi
masyarakat," ujar Kristina Kurths.
Sebagai langkah konkret, Ockert Dupper berjanji akan menyusun program aksi kolaboratif yang melibatkan banyak pihak. Program ini akan bersifat jangka panjang dan mencakup seluruh ekosistem industri kopi, dari hulu hingga hilir. Namun, keberhasilan SUCOFI sangat bergantung pada dukungan nyata dari pemerintah Sumatera Selatan.(ujg)